Dalam sebuah sesi perkuliahan 12 tahun lalu, Bpk. Mikhael Dua, pengajar saya saat itu, mengutip dua buah syair untuk menjelaskan perbedaan budaya Timur dan Barat. Saya menyukai syair itu sejak pertamakali membacanya dalam buku yang disarankan Bpk. Mikhael Dua.
Syair pertama ditulis oleh Basho, seorang penyair dari Jepang :
Ketika saya mengamati dengan hati-hati
Saya melihat bunga nazuna sedang mekar
Dekat pagar
Puisi yang diciptakan Basho tersebut akan sangat berbeda maknanya dengan puisi yang dibuat Tennyson berikut ini :
Bunga di sela tembok tua
Aku cabut kau dari sana
Kugenggam kau di sini, sebagian dan semuanya
Dalam tanganku
Suzuki, dalam bukunya Zen Buddhism and Psychoanalysis membandingkan karya Basho dengan Tennyson. Menurutnya, puisi Tennyson mengesankan penguasaan terhadap alam dengan mencabut bunga dan menggenggamnya dalam tangannya. Sedangkan puisi Basho menunjukkan sikap yang menghargai alam dan menghormatinya sedemikian rupa. Basho hanya ‘mengamati’ bunga nazuna yang sedang mekar.
Saya melihat analisis Suzuki menawarkan dua sikap terhadap alam yang dapat kita pilih, apakah kita ingin menghormati alam tempat kita berpijak, atau malah mengeksploitasinya. Menurut saya akan jauh lebih bijak jika kita mengadopsi nilai yang ditampilkan Basho dalam puisinya, yakni menikmati alam tidak dengan eksploitatif, melainkan dengan penuh kontemplatif.
Satu hal yang saya ingat jelas, sejak perkuliahan hari itu, saya tidak pernah lagi memetik daun ataupun bunga, sebuah ‘keisengan’ yang sebelumnya sering saya lakukan. Dari hal-hal kecil, mungkin kita bisa menjaga alam. Semoga saja belum terlambat saat ini.
–Trm ksh, Bpk. Mikhael Dua.–
0 comments on “Menikmati dengan Kontemplatif”